OPINI - Edukasi politik ditahun politik ini berjalan terus. Rakyat menjadi semakin pintar untuk memilih calon pemimpin. Suara kritis yang mencuat ke permukaan mencerminkan kepintaran rakyat. Ada calon yang alergi terhadap kritikan dan bereaksi secara emosional. Gejala ini menunjukkan bahwa rakyat sudah pintar dan calon pemimpin harus mempersiapkan diri untuk demokrasi yang makin berkembang di Indonesia. Suasana dialog perlu dibuka terus dan perbedaan pendapat merupakan satu kelumrahan.
Berbagai ucapan bapak Presiden sebagai reaksi dari kejadian debat Calon Presiden ketiga, yang menyatakan lawan debat pasangan calon Prabowo-Gibran menyerang Prabowo secara pribadi. Reaksi Presiden ini mengundang reaksi netizen dengan meng-upload video debat capres di tahun 2019. Jokowi pada acara debat itu juga menyerang lawan debatnya, yaitu Prabowo. Beliau mengungkapkan fakta pemilikan tanah Prabowo di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah yang total luasnya sebesar 340 ribu hektar. Rakyat sudah pintar menilai dan mempertanyakan, bukankah ini juga penyerangan pribadi? Mengapa Jokowi berkomentar terhadap debat Capres ketiga yang berlangsung tanggal 7 Januari 2024 itu? Bukankah dia juga melakukan hal yang sama ditahun 2019? Rakyat sudah pintar.
Baca juga:
Tony Rosyid: Pemilu Ditunda? No Way!
|
Keributan yang terjadi di media sosial mengenai pengangkatan Gibran sebagai Cawapres juga menunjukkan bahwa rakyat sudah pintar. Rakyat sudah tahu bahwa ada "permainan" antara Presiden dan Mahkamah Konstitusi untuk meloloskan Gibran sebagai Calon Wakil Presiden. Rakyat sudah pintar untuk mengetahui adanya "permainan" ini, karena ketua Mahkamah Konstitusi tidak lain adalah pamannya Gibran. Rakyat sudah pintar untuk mengetahui bahwa syarat umur menurut undang-undang untuk sah menjadi Calon Wakil Presiden adalah minimal berumur 40 tahun, tapi mengapa Gibran lolos sebagai Cawapres? Apakah ini sah menurut undang-undang? Walaupun ada klausul yang menyatakan, "kecuali pernah menjadi pemimpin daerah". Tapi reaksi yang beredar mempertegas bahwa yang dimaksud dengan "pimpinan daerah" ini adalah Gubernur, bukan Walikota. Tapi mengapa Gibran tetap lolos sebagai Cawapres? Rakyat sudah pintar untuk mengetahui adanya "anomali" dalam proses pengangkatan Gibran sebagai Cawapres Prabowo.
Keributan di sosial media mengenai bantuan sosial (bansos) atas nama presiden juga mengundang reaksi dari berbagai pihak. Bantuan sosial bersumber dari uang rakyat yang di setor sebagai pajak, bukan dari uang Jokowi pribadi. Reaksi ini menunjukkan bahwa rakyat sudah pintar. Lontaran kritik terhadap sepak terjang Jokowi menunjukkan rakyat menuntut dibukanya pintu demokrasi. Kepintaran rakyat merupakan salah satu persyaratan untuk suburnya demokrasi di negara ini.
Kritik terhadap cawe-cawe presiden pada proses pemilu kali ini juga menunjukkan bahwa rakyat sudah pintar. Bahkan ada video yang beredar dimana Presiden secara pribadi "turun tangan" untuk membantu Paslon Prabowo dan Ganjar untuk membagi-bagikan "kado" untuk rakyat pemilih. Cemoohan melalui sosial media mengenai cawe-cawe Presiden ini menunjukkan bahwa rakyat sudah pintar dan bisa membedakan antara "benar" dan tidak etis.
Memang demokrasi di Indonesia sudah mulai tumbuh. Kebebasan dalam berpendapat merupakan fitrah rakyat yang haus untuk berdemokrasi. Calon pemimpin masa depan sudah harus menyadari fenomena ini, karena rakyat sudah pintar.
Jakarta 12 Januari 2024
Dr. Rino A. Sa'danoer
Sekjen Badan Pemenangan Anies-Muhaimin